Senin, 09 Juli 2012

Linus Torvalds: Revolusi Dunia Piranti Lunak



Biografi Singkat

Linus Benedict Torvalds atau lebih dikenal dengan nama Linus Torvalds saja, dilahirkan di Helsinki, Finlandia. Anak dari jurnalis Anna dan Nils Torvalds serta cucu dari penyair Ole Torvalds. Keluarganya merupakan bagian dari masyarakat berbahasa Swedia, Kelompok minoritas di Finlandia.


Kedua orang tuanya adalah aktivis kampus di Universitas Helsinki di tahun enam puluhan. Aktivitas Anna dan Nils boleh dibilang “kekiri-kirian”. Ayah Linus bahkan pernah belajar di Rusia dan disinyalir merupakan kader komunis.


Nama Linus diambil dari nama Linus Pauling, seorang pemenang Nobel bidang kimia berkebangsaan Amerika. Linus sendiri lebih suka mengatakan bahwa namanya berasal dari nama Linus, tokoh kartun di serial komik Peanuts.


Linus menikahi Tove Torvalds, pemegang sabuk hitam Karate yang telah enam kali menjuarai kompetisi nasional di Finlandia. Linus pertama kali bertemu Tove pada musim gugur 1993. Ketika itu Linus memberikan kursus pengenalan komputer dan meminta para peserta untuk mengirim e-mail ke dirinya. Tove, salah satu peserta, mengikuti perintah ini dengan nyeleneh dan mengirimkan ajakan kencan pada Linus. Bersama Tove, Linus memiliki tiga anak perempuan: Patricia Miranda, Daniela Yolanda, dan Celeste Amanda. Keluarga Linus memiliki seekor kucing dengan nama Mithrandir (merupakan nama lain dari Gandalf, tokoh penyihir dalam trilogi Lord of The Rings karangan J.R.R. Tolkien), tetapi untuk mudahnya mereka memanggil sang kucing dengan sebutan Randi.


Linus pernah tinggal di San Jose, California, Amerika Serikat bersama keluarganya selama beberapa tahun. Ketika itu ia masih bekerja penuh untuk Transmeta, sebuah perusahaan pengembang mikroprosesor. Pada Juni 2004, ia dan keluarganya pindah ke Portland, Oregon, AS agar lebih dekat dengan Open Source Development Labs (OSDL). Sejak Juni 2003 Linus memang “diperbantukan” ke konsorsium piranti lunak OSDL yang bermarkas di Beaverton, Oregon.


Jika ada revolusi kemerdekaan di dunia piranti lunak, maka Linus Torvalds akan seperti Bung Karno yang diculik dan “dipaksa” untuk membuat naskah proklamasi. Kemiripan Linus dengan Bung Karno adalah, 1) ia memiliki karisma yang cukup kuat dan suaranya didengarkan oleh rakyat, dan 2) ia adalah sosok pemimpin yang enggan, buktinya Linus menyebut “revolusi” yang terjadi berkat sistem operasi Linux sebagai “revolusi yang tidak disengaja”.


Awal Mula Lahirnya Linux
Linus Torvalds adalah seorang mahasiswa Ilmu Komputer yang sangat menggemari komputer. Pada tahun 1990, ia membeli komputer IBM-PC Intel 80386. Seperti umumnya mahasiswa, hal pertama yang digandrungi dari sistem itu adalah game. Pilihan Linus adalah game petualangan “Prince of Persia”. Keranjingan game Linus berhenti saat ia mendapatkan Minix (sistem operasi sejenis Unix). Linus kemudian membuat sendiri sistem operasi mirip Minix, lalu ia mengajukan pertanyaan di forum Usenet dengan judul sederhana “What would you like to see most in Minix?” (Apa yang paling ingin Anda lihat di Minix?). Isi pesan itu adalah mengajak pengguna Usenet untuk berkontribusi terhadap sistem operasi mirip Minix yang dikembangkannya. Sistem operasi itu diletakkan pada sebuah server yang dikelola teman Linus, Ari Lemmke.


Kalau saja Ari Lemmke tidak pernah memberikan direktori bernama Linux untuk digunakan Linus, mungkin saat ini kita mengenal sistem operasi open source tersebut dengan sebutan Freax (kombinasi dari “free”, “freak” dan huruf x menunjukkan bahwa sistem tersebut mirip dengan Unix). Freax adalah nama yang diinginkan Linus, sedangkan Linux (nama folder) menjadi nama yang lebih populer di kalangan pengguna. Linux, yang berarti Linus’ Unix (Unix-nya Linus), awalnya tidak disukai Linus karena mengandung namanya. Namun, siapa yang bisa menghentikan badai? Belakangan nama Linux terbukti mujarab untuk memulai sebuah revolusi di dunia piranti lunak.


Linus memulai revolusi dengan menyediakan kode penyusun kernel dari Linux untuk umum. Ia membolehkan siapapun menggunakan dan memodifikasi kode tersebut asalkan memenuhi aturan dalam GPL (GNU General Public License). Mematuhi GPL antara lain berarti wajib menyerahkan kembali kode yang telah dimodifikasi untuk dikembangkan bersama.


Tentang Maskot
Saat popularitas Linux semakin menanjak, di tahun 1996, para hacker yang mengembangkannya berniat membuat logo resmi. Sebuah kontes pun digelar online. Kontes itu memenangkan sebuah logo yang kini tidak terlalu asing. Torvalds saat itu memilih salah satu calon logo bernama Tux, sebuah pinguin gemuk yang digambar oleh Larry Ewing, sebagai maskotnya. Pilihan Torvalds ini ternyata disambut hangat oleh komunitas. Hasil voting diabaikan, dan sejak itu Tux pun menclok di hati hacker Linux sebagai maskot sistem operasi open source tersebut.


Langkah Sang Pinguin
Tahun demi tahun Linux terus menjadi populer. Pada tahun 1999, Red Hat dan VA Linux melakukan penawaran publik untuk saham mereka. Kedua perusahaan yang merajai ranah bisnis berbasis Linux itu sebelumnya telah menganugerahkan sebagian saham mereka pada Linus. Akibatnya, saat penawaran publik digelar, nilai kekayaan Linus melonjak hingga US$ 20 juta.


Namun, Linus tetap rendah hati. Linus Torvalds dengan stereotipe geek/hacker bahkan bisa dibilang sebagai uber-geek alias biangnya geek (istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang sangat menggemari komputer dan/atau dunia teknis lainnya yang seringkali kata ini bermakna orang yang kehilangan kehidupan sosial akibat hobi komputer) itu sering dijuluki sebagai “diktator yang baik hati” karena, meski memiliki otoritas terhadap pengembangan kernel Linux, Linus tak pernah melakukan caci-maki terhadap produk piranti lunak lain.


Namun ia tetap diktator. Keputusannya adalah (kurang lebih) final dan tidak bisa ditolak oleh pengembang Linux lainnya. Dalam hal ini Linus kerap terjebak dalam dilema, misalnya ia di satu sisi mengembangkan proyek open source paling terkenal di dunia, tetapi di sisi lain ia juga mendukung penggunaan piranti lunak “terkunci” dalam pengembangan Linux. Ia juga mengakui bahwa Linux bisa digunakan untuk menjalankan program Digital Rights Management (DRM), meski DRM merupakan salah satu “benda” yang paling dibenci para hacker.


Meski peranannya cukup besar, pada akhirnya tak bisa dipungkiri bahwa Linus hanyalah satu orang dari ribuan hacker yang menjadikan Linux seperti sekarang. Ia memang tokoh sentral dan dalam banyak hal keputusan yang diambilnya akan memengaruhi hajat hidup orang banyak yang menggunakan Linux, tapi Linus tak akan menjelma bagai Bill Gates dari Microsoft atau Steve Jobs dari Apple. Linus menjadi besar karena tanpa sengaja, ia telah mengirimkan “gerombolan pinguin” untuk menguasai kerajaan piranti lunak yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar. Revolusi memang dimulai dari hal kecil.


Semoga Bermanfaat   :)


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Free Web Hosting